Ngatabaru adalah
sebuah desa yang terletak 14 KM arah selatan Kota Palu dengan radius 4 KM dari
perumahan penduduk Kelurahan Petobo, tepatnya desa tersebut berada di pedataran
tinggi Pegunungan Bulili. Pada saat itu desa Ngata Baru merupakan kawasan non produktif
karena letaknya yang berada di ketinggian dan tanahnya yang kurang bersahabat
untuk dijadikan lahan pertanian ataupun perkebunan. Di tambah lagi dengan
sumber mata air yang kecil, maka jadilah kawasan tersebut hanya mampu ditumbuhi
tanaman-tanaman yang dengan kekeringan.
Nama Ngatabaru
dikalangan masyarakat kaili yang mendiami lembah Palu, utamanya yang telah
berusia lima puluh tahun keatas kurang mengenalnya, karena memang wilayah ini
sebelumnya dikenal dengan nama Kapopo. Ketika Kapopo menjadi lokasi Pusat Pekan
Penghijauan Nasional yang diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1990,
nama tersebut berubah menjadi Ngata Baru, yang berarti Kampung Baru.
Ditempat inilah
tepatnya pada tanggal 2 Mei 1993 KH. Muhammad Arif Siraj Lc, “babat alas”
mendirikan Pondok Pesantren Modern Al-Istiqamah di atas tanah pribadi seluas +
3 Ha. Sebenarnya rencana pendiriannya sudah dirintis sejak Maret 1993, sebagai
niat yang kuat untuk mewujudkan cita-cita “Seribu Gontor” di Indonesia, sebagai
wadah yang mampu membina dan mendidik generasi muda Islam dengan dasar Iman dan
Taqwa agar mereka memiliki pengetahuan luas dan keterampilan hidup yang berdaya
guna, sehingga dapat tampil sebagai muslim yang mampu menegakkan kalimat Allah
Swt, dimana pun mereka berada.
Pada tanggal 11
Juli 1993, Pondok ini memulakan Program Pendidikan dan Pengajaran. Murid baru
pada tahun itu berjumlah 17 orang, sementara Tingkat Pendidikannya adalah
Tarbiyyatu-l- Mualimin Al-Islamiyyah (TMI) dengan lama belajar enam tahun bagi
yang berijazah SD/MI dan 4 tahun bagi yang berijazah SLTP/SMU/MA. Sedangkan
sarana yang mendukung proses pendidikan itu terdiri dari atas 1 unit (2 Lokal)
Asrama Putra sekaligus Musholla, 1 unit (dua lokal) Asrama Putri sekaligus
ruangan kelas, 1 unit (3 Lokal) ruang belajar, 1 unit rumah Kyai sekaligus
Asrama Depan Guru, 1 buah bak air, 1 buah bivak(tempat tinggal sementara tukang
bangunan dan buruhnya) yang berfungsi sebagai dapur umum.
Pondok Pesantren
Modern Al-Istiqamah tidak mengakui adanya dikhotomi antara ilmu pengetahuan
agama dan ilmu pengetahuan umum, akan tetapi keduanya dipadukan dan diajarkan
secara penuh dengan perbandingan 100% ilmu pengetahuan agama dan 100% ilmu
pengetahuan umum. Sedangkan Methode pengajaran di bidang ilmu agama dan bahasa
asing (Arab, Inggris) menggunakan Methode langsung (Direcht Methode) tanpa
terjemahan kedalam bahasa Indonesia atau yang lainnya.
Adapun Tarbiyyatul
Muallimin Al-Islamiyah adalah Sekolah Pendidikan Guru Islam yang hampir sama
dengan sekolah Non Islam di Padang Panjang Sumatra Barat. Model ini kemudian
dipadukan kedalam system pendidikan pondok pesantren. Pelajaran agama yang
banyak diajarkan dibeberapa pesantren pada umumnya diberikan dikelas-kelas.
Sementara pada saat yang sama para santri diharuskan tinggal di asrama dengan
mempertahankan suasana dan jiwa kehidupan pondok pesantren. Proses pendidikan
berlangsung 24 jam, sehingga segala yang dilihat, didengar, dan diperhatikan
oleh santri dipondok ini adalah untuk pendidikan. Pendidikan keterampilan,
latihan pidato, kepamukaan/kepanduan, olah raga, dan organisasi dan lain-lain
merupakan bagian-bagian yang tak bisa terlepaskan dari kegiatan santri
dipondok.
Kehadiran pondok
ini telah membawa angin segar yang mengugah minat belajar masyarakat. Hal ini
terlihat dari besarnya minat masyarakat untuk menyekolahkan anaknya dipondok
ini yang dilihat dari pesatnya perkembangan jumlah santri dari tahun ke tahun.
Perkembangan tersebut cukup mengembirakan hati dan benar-benar disyukuri oleh
para pengasuh pondok pesantren. Olehnya itu, pada tanggal 4 agustus 2003 Pondok
Pesantren Modern Al-Istiqamah memperingati 10 tahun Pondok Pesantren Modern
Al-Istiaqamah, acara peringatan dan kesyukuran menjadi makin special dengan
hadirnya Bupati Donggala yang meresmikan gedung asrama santri putri. Kehadiran
beliau sebagai bukti bahwa pondok ini telah dikenal dan diterima oleh
masyarakat luar. Hal ini pun dapat dilihat dari jumlah santri pada saat itu
yang mencapai 468 putra-putri yang datang dari berbagai daerah Sulawesi Tengah.
Bahkan juga Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara,
Irian Jaya dan Kalimantan
Harapan pondok ini
kedepan adalah peran serta seluruh elemen masyarakat dan instansi-instansi
terkait untuk ikut terlebih langsung dan secara nyata memperhatikan dan
membantu pengembangan, perkembangan, dan kemajuan pondok ini dimasa yang akan
dating. Karena pada hakekatnya pondok ini adalah wakaf dan milik umat yang
tentunya menjadi tanggung jawab seluruh umat islam demi tercapainya tujuan
proses pendidikan islam sebagaimana yang telah dicanangkan.